; “Misi Sebagai Pembebasan terhadap kemiskinan dalam Konteks Di Indonesia”.
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam gereja yang bermasyarakat, pastilah mempunyai misi
maupun tujuan. Tujuan itu pun bertujuan agar masyarakat/jemaat merasa nyaman
baik dalam kehidupan masyarakat ataupun bergereja. Akan tetapi banyak
masalah-masalah yang terjadi sekarang ini, seolah-olah ada penekanan terhadap
jemaat yang ada. Banyak sekali terjadi perlakuan yang tidak adil, aniyaya,
penekanan dsb yang berdampak negatif bagi jemaat dan pelayanan gereja. Disini
misi sebagai pembebesan haruslah memegang peranan yang sangat besar.
David Bosch mengembangkan paradigma misinya yang berikut
sebagai pembebasan – sebagai suatu fokus khusus misi sebagai kontekstualisasi.
Ia menggambarkannya sebagai salah satu ilustrasi yang paling dramatis dari
pergeseran paradigma yang dasariah yang sedang berlangsung dalam pemikiran dan
praktek misi.[1]Misi
sebagai pembebasan bisa diartikan memiliki
identitas diri adalah sesuatu yang sangat penting bila kitaingin melakukan
sesuatu yang mempunyai landasan yang kokoh dansasaran yang jauh ke depan. Dalam
kaitan dengan identitas diri tersebut,penulis mengajak kita memikirkan mengenai
peran yang seharusnyadimainkan oleh Gereja Tuhan di Indonesia agar misi sebagai
pembebasan berjalan sebagaimana mestinya.
Dalam makalah ini penulis akan memaparkan
masalah-masalah yang terjadi Indonesia sehingga perlunya misi sebagai pembebasan.
Apakah dengan adanya misi sebagai teologi pembebasan, gereja/jemaat di
Indonesia tidak akan lagi mendapatkan suatu perlakuan yang tidak baik?. Oleh
karena itu judul dari makalah yang dikemukakan adalah ; “Misi
Sebagai Pembebasan terhadap kemiskinan dalam Konteks Di Indonesia”.
BAB II
ISI PEMBAHASAN
A.
DEFINISI
MISI
Istilah Misi/ Misiologi berasal dari kata bahasa latin ‘missio’ artinya utusan, bahasa
Inggris, Jermandan Prancis ‘mission’.
Dalam bahasa Belanda ‘missie’ dipergunakan dalam kalangan gereja. Gereja
Protestan umumnya memakai istilah ‘zending’.
Dalam bahasa Inggris bentuk ‘mission’
berarti karya Allah, ‘God’s mission’
atau tugas yang diberikan oleh Tuhan kepada kita ‘our mission’, sedangkan bentuk jamak ‘mission’ menandakan kenyataan
praktis atau pelaksanaan pekerjaan itu.
Dalam
hubungan Misiologi ini dapat membicarakan ‘Missio
Ekklesia’ artinya pengutusan gereja, pekerjaan yang dikerjakan oleh para
misionaris dari jemaat Kristen sepanjang sejarah dunia. Atau selain itu ‘Missio
Apostolorum’ pengutusan para Rasul dan ‘Missio
Christi’pengutusan Kristi dalam arti :
Ø Kritus
mengutus murid-muridNya.
Ø Kristus diutus oleh Allah (Yoh.20:21 “Sama
seperti Bapa mengutus Aku,demikian juga sekarang Aku utus kamu”).
B.
TEOLOGI
PEMBEBASAN
Teologi pembebasan merupakan salah satu jenis teologi
yang menghasilkan teologi kontekstual dari sebuah perspektif penderitaan. Titik
berangkat teologi ini adalah realitas-realitas sosial yang mengenaskan karena
tindakan-tindakan ketidakadilan, secara khusus ketidakadilan dalam sistem
ekonomi, sosial dan politik yang kemudian mengakibatkan bentuk-bentuk
penderitaan, kemiskinan, permajinalan (peminggiran), eksklusi (penyingkiran)
pada orang-orang lemah.[2]
Menurut penulis Misi pembebasan adalah salah satu bentuk misi
yang akhir-akhir ini mengambil tempat dalam praktek dan pemikiran tentang
misi. Tujuan misi pembebasan adalah menolong orang-orang yang
diperlakukan secara tidak adil, orang-orang yang dianiaya, orang-orang yang
ditekan oleh kekuatan internal atau eksternal, untuk dapat membebaskan diri dan
mengalami keselamatan serta penebusan oleh Kristus.
Dalam sejarahnya, istilah teologi pembebasan pertama kali
diciptakan pada tahun 1968, tetapi baru secara luas dipegunakan setelah
diterbitkannya edisi bahasa Inggris, “A Theology
of Liberation”, karya Gustavo Guiterez. Ia dikenal sebagai bapa teologi
pembebasan. Cuplikan yang terlalu singkat dari adikarya meliputi visinya akan
sebuah teologi dari bawah; di sini kaum tertindas dapat berbicara bagi diri
mereka sendiri. Komitmennya terhadap misi sebagai pembebasan dilambangkan dalam
kata-kata penutupnya yang menyatakan bahwa “partisipasi
aktif untuk membebaskan umat manusia” itu jauh lebih berharga ketimbang
semua teologi yang tertulis.[3]
Disini teologi pembebasan berusaha merefleksikan
pengalaman dan makna iman yang didasarkan pada komitmen untuk menghapuskan
ketidakadilan dan membangun sebuah masyarakat yang baru; teologi ini haruslah
dibuktikan dengan praktek terhadap komitmen tersebut, dengan partisipasi aktif dan
efektif di dalam perjuangan yang telah dilakukan. Pembebasan dari segala bentuk
penghisapan, kemiskinan kemungkinan akan suatu kehidupan yang lebih manusiawi
dan bermatabat, penciptaan suatu umat manusia yang baru semuanya melalui
perjuangan ini.[4]
C.
BAGAIMANA
BERMISI?
Bermisi
akan menjadi maksimal apabila mempunyai faktor- faktor ini :
- Melalui
pendidikan misi dalam jemaat
- Pengajaran
- Inspirasi
- Informasi
ü Melalui Pendidikan misi
dalam Jemaat
Perjanjian Lausanne menyatakan, "Penginjilan dunia menuntut segenap gereja menyebarkan Injil
seutuhnya ke seluruh dunia." Pemahaman kita atas pernyataan itu,
berdasarkan Alkitab, ialah bahwa segenap jemaat harus terlibat dalam misi
pemberitaan firman. `Jemaat ialah insan-
insan misionaris dari Kerajaan Allah`[5].
ü Pengajaran
Tugas kita bersama ialah mengarahkan segenap anggota
jemaat untuk berpartisipasi dalam misi Tuhan. Hal ini bukanlah masalah
struktural, melainkan spiritual. `Masalah misi adalah masalah pribadi... hanya
orang-orang rohani, dan jemaat di mana orang-orang rohani berpengaruh, dapat
dan tepat mengemban perintah Kristus`[6]
ü Inspirasi
Jemaat di Antiokhia adalah jemaat misioner teladan.
Jemaat itu terkendali dan bersemangat karena dipacu oleh para nabi dan para
pengajar (Kisah Para Rasul 13:1)[7].
Dan yang terpenting lagi, jemaat itu beribadah, berpuasa, dan berdoa (Kisah
Para Rasul 13:2,3). Jemaat duniawi yang tidak menyangkali diri, atau tidak
mengabdi sepenuhnya kepada Tuhan, mustahil memberi perhatian yang sungguh-
sungguh terhadap misi.
ü
Informasi
Informasi tentang misi
sebagai bagian dari pendidikan misi di jemaat lokal adalah sama pentingnya
dengan unsur `pengajaran` dan `inspirasi` (lihat bagian terdahulu). Yesus
berkata, `Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah
menguning dan matang untuk dituai` (Yohanes 4:35). Perintah ini erat berkaitan
dengan segala kebutuhan penginjilan, perintah yang harus diketahui oleh semua
anggota jemaat. Ketidaktahuan akan misi merupakan kendala besar bagi anggota
jemaat untuk terlibat dalam kegiatan misi.
D.
Dasar
Alkitabiah Misi Pembebasan
Di dalam Alkitab kata pembebasan
memiliki arti yang dekat dengan kata keselamatan. Kata-kata
“keselamatan” yang dipakai adalah yeshua (Kej 49:18, Kel 14:13, dan Yes
12:2), moshaoth (Mzm 68:21) dalam PL dan soteria (Luk 1:69, Yoh
4:22, Kis 13:26, dan Rm 1:16) dalam PB. Sedangkan kata “pembebasan” itu
sendiri, kata-kata yang dipakai dalam PL adalah deror (Im 25:10 dan Yes
61:1) dan chopshi (Yer 34:17); sedangkan kata-kata yang dipakai dalam PB
adalah aphesis (Luk 4:18) dan eleutheria (Rm 8:21, 2 Kor 3:17,
dan 1 Pet 2:16). Dengan menggali arti dari kata-kata Alkitab ini dapat
kita simpulkan bahwa keselamatan dan pembebasan selalu
dihubungkan dengan tindakan penyelamatan dan pembebasan Allah terhadap umat
manusia pada masa lalu, kini, dan yang akan datang.
Dalam Alkitab sudah tentu, tidak
hanya menggambarkan penindasan, tirani dan penderitaan. Berita Alkitab adalah
bahwa penindasan itu berdosa dan jahat, suatu pelanggaran terhadap Allah. Pada
penindas adalah orang-orang berdosa yang tidak mengenal Allah dan kaum
tertindas itu menderita karena dosa-dosa para penindas mereka. Tetapi ada
pengharapan karena Allah, akan membebaskan kaum tertindas dari penderitaan dan
sengsara mereka.[8]
Memang
kitab Keluaran diakui sebagai dasar utama misi pembebasan oleh para
pendukungnya karena mengisahkan pengalaman pembebasan umat Israel.
Kitab-kitab Nabi juga merupakan kitab-kitab pendukung bagi misi
pembebasan. Oleh karena para nabi mengalami tekanan dan ketidakadilan
yang dilakukan oleh penguasa dan orang kaya terhadap umat manusia pada waktu
itu, maka misi mereka adalah misi pembebasan melalui penyadaran dan penguatan
umat. Namun demikian, Lukas 4:17-21 :
4:17 Kepada-Nya diberikan kitab nabi
Yesaya dan setelah dibuka-Nya, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis:
4:18 "Roh Tuhan ada pada-Ku,
oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada
orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku
4:19 untuk memberitakan pembebasan
kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk
membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan
telah datang."
4:20 Kemudian Ia menutup kitab itu,
memberikannya kembali kepada pejabat, lalu duduk; dan mata semua orang dalam
rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya.
4:21 Lalu Ia memulai mengajar mereka, kata-Nya: "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya."
Dalam
perikop tersebut diakui sebagai sumber Alkitab yang paling nyata untuk misi
pembebasan.
E.
Misi
Pembebasan kepada Orang Miskin Dalam Kehidupan dan Pelayanan Yesus
Pesan Yesus di sini ditujukan kepada segala keadaan
manusia, baik bersifat historis maupun eskatologis. Meskipun demikian,
Yesus selalu mulai dengan orang-orang yang miskin. Kata pendahuluan di
dalam ayat-ayat 18-19 berisikan suatu pernyataan berprogram tentang misi Yesus
untuk merubah nasib orang-orang miskin. Kata-kata ini sesungguhnya
berasal dari kitab Yesaya, yang di dalam Injil Lukas menjadi semacam manifesto
Yesus: “Pada hari ini genaplah nas ini, sewaktu kamu mendengarnya” (ay
21). Orang-orang tawanan, orang-orang buta, dan orang-orang yang
tertindas di sini semuanya dikelompokkan sebagai orang miskin sebab semuanya
adalah manifestasi dari kemiskinan dan semuanya membutuhkan kabar baik[9]
Pilihan Yesus terhadap orang miskin berarti suatu protes
terhadap kemiskinan dan keprihatinan yang sungguh terhadap nasib seorang
miskin. Hal ini berarti suatu ungkapan
pembebasan baik dari kemiskinan maupun dari kekayaan. Hal ini berarti pula suatu panggilan bahwa
keadilan harus dibuka oleh Mesias dan murid-murid-Nya. Hanya jika orang miskin menjadi titik
tolaknya, maka pesan Yesus di sini adalah kabar baik. Oleh karena itu, misi yang tidak mencakup
orang miskin dan tidak memperhatikan sebab-sebab kemiskinan akan kehilangan bobot
kristianinya. Hal itu berarti pula
mengkhianati kesejarahan Yesus, yang menjadi miskin di dunia ini dan yang memihak
kepada orang-orang miskin.
F.
Misi
pembebebasan terhadap kaum Miskin khusus di Indonesia
Menurut Bosch, menjadi miskin adalah suatu realitas
material yang jelas. Namun, kita tidak boleh berpikir tentang kaum miskin dalam
kategori-kategori sosial-ekonomi saja. Dalam refleksi tentang Lukas, dikatakan
bahwa setiapkali Lukas mencatat kata-kata Yesus tentang siapa yang menderita,
ia meletakkan kaum miskin entah pada permulaan atau pada bagian akhir sekali
dari daftarnya. Hal ini tampaknya bermaksud mengatakan bahwa kaum miskin adalah
sebuah kategori yang luas bagi mereka yang menjadi korban masyarakat. Kaum
miskin adalah kaum yang dimarginalkan, mereka yang tidak mempunyai setiap
partisipasi aktif atau bahkan juga pasif dalam masyarakat ; ini adalah
marginalitas yang mencakup semua bidang kehidupan dan sering kali begitu
luasnya sehingga orang merasa bahwa mereka tidak melakukan mempunyai sumber-sumber
untuk melakukan apa pun dengan hal itu.[10]
Misi ini menantang karena bertujuan untuk mengubah sistem
masyarakat yang salah. Kita percaya bahwa kemiskinan yang telah melanda
Indonesia sejak zaman dulu yang telah melingkupi beberapa periode adalah salah
satu bentuk perbudakan. Karena itu, sudah menjadi peranan orang Kristen
di Indonesia untuk melibatkan diri dalam pembebasan manusia dari segala macam
bentuk perbudakan kemiskinan. Memang tugas ini tidak mudah.Gereja-gereja
di Indonesia memiliki wajah barat yang datang bersama-sama dengan kolonialisme
sehingga terasing dari masyarakat Indonesia.
Karena itu warisan sejarah ini berpengaruh besar atas
gereja-gereja Indonesia masa kini dalam menghubungkan diri dengan kekayaan atau
kekuasaan. Banyak orang Kristen yang tidak mau meninggalkan “kenyamanan”
yang mereka miliki untuk mengikut jejak Yesus orang Nazareth. Dan banyak
gereja-gereja Kristen yang lebih senang menjadi gereja “untuk” orang-orang
miskin daripada menjadi gereja”nya” orang-orang miskin, dan hal tersebut banyak
ditemukan di gereja-gereja yang ada di Indonesia.
Melihat fenomena yang terjadi di masyarakat akhir-akhir
ini dengan makin banyaknya pengemis/pengamen di jalan dan konflik
horizontalyang sering terjadi (baik antar pelajar atau antar suku/agama), maka
jelasinilah konteks negara kitayang perlu diperhatikan. Banyaknya penganggur[11]dan
mudahnya orang dihasut dan diadudomba menggambarkankualitas warga masyarakat
kita.
Apa
yang dikemukakan oleh almarhum T. B. Simatupang dalam Sidang Raya DGI tahun
1964 perlu menjadi catatan penting bagi peranGereja dalam menghadapi kemiskinan
saat ini dan di masa mendatang.Ia menyatakan:
Nasib
kaum miskin, haruslah menjadi keprihatinan utama gereja-gereja di Indonesia,
dalam kerjasama dengan para penganut agama yang lain. Injil adalah Kabar Baik
untuk orang-orang miskin. Ini berarti tugas gereja dalam pembangunan bukanlah
semata-mata memperingan beban penderitaan, tetapi pada saat yang sama
menghapuskan ketidakadilan yang menyebabkan penderitaan dalam masyarakat.
Karenanya gereja harus hadir bukan hanya dalam dunia mereka yang memperoleh
keuntungan dari pembangunan, melainkan juga (atau khususnya) di tengah-tengah
mereka yang menjadi korban pembangunan[12]
Pemikiran Simatupang tersebut telah terumus dengan tepat
dan kontekstual. Usulan agar mengajak kerjasama dengan agama lain mungkin
sesuatu yang masih belum lazim bagi Gereja. Namun mengingat tuduhan yang sering
dilontarkan bahwa usaha pelayanan sosial hanyalah sebagai usaha “kristenisasi”
maka kerjasama merupakan solusi yang baik. Ada dua hal usaha yang perlu dilakukan
bersama-sama dan menurut penulis ini sama pentingnya dan sama mendesaknya bagi
negara saat ini. Usaha nyata dengan langsung menolong mereka yang miskin dan usaha
untuk mengubah struktur yang tidak adil, agar rakyat miskin dapat memperoleh
apa yang menjadi haknya sebagai warganegara yangmelimpah dengan kekayaan sumber
alam ini. Gereja harus hadir dalam usaha-usaha ini. Kehadiran Gereja dalam hal
ini gaungnya akan lebih nyaring terdengar dibanding dengan khotbah-khotbah yang
sering hanya merupakan retorika belaka.
Selanjutnya, kebanyakan orang-orang miskin menjadi objek
dari pembangunan direncanakan, dibiayai, diatur,
dan dipekerjakan oleh
orang-orang kaya dan berkuasa.
Dalam perkembangan selanjutnya, orang-orang miskin menjadi agen dari
pembangunan, tapi menjadi agen nomor dua.
Dan
hanya baru-baru inilah peranan orang-orang miskin berubah
total dan gaya
misi pun dituntut
berubah. Kini orang-orang miskin
muncul sebagai orang yang memiliki sedikit, yang memiliki sedikit kekuatan
dalam masyarakat, tetapi oleh iman dan kasih mereka, mereka bekerja untuk
mengoreksi ketidakadilan, untuk menciptakan sebuah dunia baru, dan
mempertimbangkan sebuah gereja yang khas.
Orang-orang miskin telah memasuki baik sejarah kita maupun kehidupan
gereja kita. Orang-orang miskin kini
tidak mau lagi dijadikan objek dari belas kasihan dan derma. Sebaliknya, mereka menuntut keadilan. Mereka memberontak untuk diperlakukan sebagai
objek pembangunan; sebaliknya mereka menuntut untuk menjadi subjek dari
pembangunan. Di atas semuanya ini,
mereka tidak mau lagi hanya menjadi objek dari misi; sebaliknya mereka sekarang
menuntut hak mereka untuk menjadi agen dan pembawa misi.
Strategi
misi sebagai pembebasan kaum miskin khusus di Indonesia menurut penullis adalah
:
Pertama,
salah satu bagian yang penting dari misi terhadap orang-orang miskin adalah penyadaran. Menyadarkan berarti menolong seseorang
mengerti apakah akar penyebab keadaannya.
Demikian pula, kita perlu menyadarkan orang-orang miskin untuk mengerti
apakah akar penyebab perbudakan dan penderitaan hidup mereka. Orang miskin perlu sadar bahwa mereka adalah
manusia seutuhnya, ciptaan yang berpengharapan, yang diciptakan menurut gambar
dan rupa Allah. Akhirnya, mereka perlu
melihat terang Alkitab dan melakukan analisa sosial, untuk dapat melihat
keadaan konkrit mereka dan menemukan tindakan tepat apa yang harus diambilnya.
Untuk bisa menjalankan hal tersebut dengan maksimal, gereja harus mengambil
peran yang sangat penting. Bekerja sama dengan pemerintah daerah misalnya, akan
membuat misi terhadap kaum miskin berjalan dengan baik.
Kedua,
orang-orang miskin perlu bergantung kepada karunia yang mereka terima dari
Allah di dalam pengalaman hidup mereka sendiri. Hal ini berarti diperlukan suatu penguatan
yang memberi orang-orang miskin
kesempatan untuk menjadikan keselamatan dan penebusan Kristus suatu
kenyataan di dalam hidup mereka.
Akhirnya, menjadi seorang Kristen tidak hanya berarti
menjadi seorang penyembah Kristus.
Seorang Kristen sejati harus berbuat seperti yang diperbuat Kristus,
yaitu membebaskan nasib manusia dari segala macam bentuk perbudakan untuk
menyatakan imago Dei. Berdoa dan
berbuat, penyadaran dan akal tidak boleh kita pisahkan. Sebuah gereja tidak dapat menjadi gereja yang
berdoa jika ia tidak berusaha untuk menerapkan doa-doanya dalam perbuatan yang
nyata. Dan hanya melalui penyadaran
orang-orang miskin dapat diubah menjadi agen dari misi dan sekaligus agen pengutusan
Injil. Oleh karena itu, dengan merasa
terpanggil oleh Roh Kudus, kiranya kita dan gereja kita di Indonesia akan
menjadi baik gereja untuk orang-orang miskin maupun gereja-nya orang-orang
miskin.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas jelaslah bahwa misi sebagai
pembebasan adalah sebuah misi utama yang harus bergerak dibidang pelayanan
gereja khususnya yang ada di Indonesia.
Kerjasama
antara pemerintah Indonesia dan gereja-gereja di Indonesia terhadap kaum miskin
adalah unsur penting dalam kegiatan bermisi.
Bukan
hanya pemerintah, kita tahu bahwa Indonesia adalah Negara dengan pluralitas
agama, dan misi sebagai pembebasan terhadap kaum miskin bukan hanya misi gereja
saja, tetapi misi dari seluruh agama khususnya di Indonesia. Dengan adanya
kerja sama antara gereja, pemerintah dan agama-agama maka akan terbangunnya
teologi sosial kemanusiaan yang nyata terhadap pembebasan akan kaum miskin.
B.
SARAN
Dalam makalah ini memang masih ada kekurangan, baik dari
sumber data yang diperoleh maupun analisan terhadap topik bahasan ini. Namun,
dengan adanya makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah ini, kita bisa
mendapatkan suatu pelajaran bahwa misi yang disertai tindakan nyata dalam hal
ini pembebasan terhadap kaum miskin yang ada di Indonesia akan lebih memajukan
kehidupan berbangsa Indonesia itu sendiri, dan mengembangkan juga ilmu
pengetahuan teologi tentang misiologi.
Diharapkan adanya kritik dan saran/masukan dari dosen pengampuh agar
bisa lebih mengembangkan tentang bahasan makalah ini dalam rangka berteologi
tentang misi.
DAFTAR PUSTAKA :
___________________, Alkitab (Jakarta : Lembaga Alkitab
Indonesia, 2008)
Bosch, David J. Transformasi Misi Kristen :
Sejarah teologi misi yang mengubah dan berubah. Jakarta : BPK Gunung Mulia,
2011
Glasser, Arthur. Crucial Issues in Mission Tomorrow,
redaksi Donald A. McGavran,
Simamora, Ranto G. Misi Kemanusiaan dan Globalisasi : Teologi
Misi dalam Konteks Globalisasi di Indonesia. Bandung : Ink Media, 2006
Thomas, Norman E.. Teks-teks klasik tentang misi dan
kekristenan sedunia : melengkapi adikarya David Bosch, Transformasi Misi
Kristen. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2009
Teesha, L.S. Misi dan Jemaat Lokal. Jakarta :
Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2005
Yewangoe,
A. A. Theologia Crucis di Asia. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1996
[1]Norman E. Thomas. Teks-teks
klasik tentang misi dan kekristenan sedunia : melengkapi adikarya David Bosch,
Transformasi Misi Kristen. (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2009) h. 266
[2] Ranto G. Simamora. Misi
Kemanusiaan dan Globalisasi. (Bandung : Ink Media, 2006) h. 94
[3] Norma Thomas.,Ibid
[5] Arthur Glasser, Crucial
Issues in Mission Tomorrow, redaksi Donald A. McGavran, h. 47
[6] L.S. Teesha. Misi
dan Jemaat Lokal. (Jakarta : Yayasan Komunikasi Bina Kasih) h. 20
[7] ALKITAB TB 13:1
“Pada waktu itu dalam jemaat di Antiokhia ada beberapa nabi dan pengajar,
yaitu: Barnabas dan Simeon yang disebut Niger, dan Lukius orang Kirene, dan
Menahem yang diasuh bersama dengan raja wilayah Herodes, dan Saulus.”
[8] Norman E. Thomas, Ibid.
h. 285
[10] David J. Bosch.
Transformasi Misi Kristen : Sejarah teologi misi yang mengubah dan berubah.
(Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2011) h. 669
[11] Data yang diperoleh dari
surat kabar nasional adalah 36 juta orang
[12] Dikutip dari A. A.
Yewangoe, Theologia Crucis di Asia (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1996) h. 309
Bagus banget
BalasHapus