; “Misi Sebagai Pembebasan terhadap kemiskinan dalam Konteks Di Indonesia”.



BAB I
PENDAHULUAN
Dalam gereja yang bermasyarakat, pastilah mempunyai misi maupun tujuan. Tujuan itu pun bertujuan agar masyarakat/jemaat merasa nyaman baik dalam kehidupan masyarakat ataupun bergereja. Akan tetapi banyak masalah-masalah yang terjadi sekarang ini, seolah-olah ada penekanan terhadap jemaat yang ada. Banyak sekali terjadi perlakuan yang tidak adil, aniyaya, penekanan dsb yang berdampak negatif bagi jemaat dan pelayanan gereja. Disini misi sebagai pembebesan haruslah memegang peranan yang sangat besar.
David Bosch mengembangkan paradigma misinya yang berikut sebagai pembebasan – sebagai suatu fokus khusus misi sebagai kontekstualisasi. Ia menggambarkannya sebagai salah satu ilustrasi yang paling dramatis dari pergeseran paradigma yang dasariah yang sedang berlangsung dalam pemikiran dan praktek misi.[1]Misi sebagai pembebasan bisa diartikan memiliki identitas diri adalah sesuatu yang sangat penting bila kitaingin melakukan sesuatu yang mempunyai landasan yang kokoh dansasaran yang jauh ke depan. Dalam kaitan dengan identitas diri tersebut,penulis mengajak kita memikirkan mengenai peran yang seharusnyadimainkan oleh Gereja Tuhan di Indonesia agar misi sebagai pembebasan berjalan sebagaimana mestinya.
Dalam makalah ini penulis akan memaparkan masalah-masalah yang terjadi Indonesia sehingga perlunya misi sebagai pembebasan. Apakah dengan adanya misi sebagai teologi pembebasan, gereja/jemaat di Indonesia tidak akan lagi mendapatkan suatu perlakuan yang tidak baik?. Oleh karena itu judul dari makalah yang dikemukakan adalah ; “Misi Sebagai Pembebasan terhadap kemiskinan dalam Konteks Di Indonesia”.

BAB II
ISI PEMBAHASAN
A.   DEFINISI MISI
Istilah Misi/ Misiologi berasal dari kata bahasa latin ‘missio’ artinya utusan, bahasa Inggris, Jermandan Prancis ‘mission’. Dalam bahasa Belanda ‘missie’ dipergunakan dalam kalangan gereja. Gereja Protestan umumnya memakai istilah ‘zending’. Dalam bahasa Inggris bentuk ‘mission’ berarti karya Allah, ‘God’s mission’ atau tugas yang diberikan oleh Tuhan kepada kita ‘our mission’, sedangkan bentuk jamak ‘mission’ menandakan kenyataan praktis atau pelaksanaan pekerjaan itu.
Dalam hubungan Misiologi ini dapat membicarakan ‘Missio Ekklesia’ artinya pengutusan gereja, pekerjaan yang dikerjakan oleh para misionaris dari jemaat Kristen sepanjang sejarah dunia. Atau selain itu ‘Missio Apostolorum’ pengutusan para Rasul dan ‘Missio Christi’pengutusan Kristi dalam arti :
Ø  Kritus mengutus murid-muridNya.
Ø   Kristus diutus oleh Allah (Yoh.20:21 “Sama seperti Bapa mengutus Aku,demikian juga sekarang Aku utus kamu”).

B.   TEOLOGI PEMBEBASAN
Teologi pembebasan merupakan salah satu jenis teologi yang menghasilkan teologi kontekstual dari sebuah perspektif penderitaan. Titik berangkat teologi ini adalah realitas-realitas sosial yang mengenaskan karena tindakan-tindakan ketidakadilan, secara khusus ketidakadilan dalam sistem ekonomi, sosial dan politik yang kemudian mengakibatkan bentuk-bentuk penderitaan, kemiskinan, permajinalan (peminggiran), eksklusi (penyingkiran) pada orang-orang lemah.[2]
Menurut penulis Misi pembebasan adalah salah satu bentuk misi yang akhir-akhir ini mengambil tempat dalam praktek dan pemikiran tentang misi.  Tujuan misi pembebasan adalah menolong orang-orang yang diperlakukan secara tidak adil, orang-orang yang dianiaya, orang-orang yang ditekan oleh kekuatan internal atau eksternal, untuk dapat membebaskan diri dan mengalami keselamatan serta penebusan oleh Kristus.
Dalam sejarahnya, istilah teologi pembebasan pertama kali diciptakan pada tahun 1968, tetapi baru secara luas dipegunakan setelah diterbitkannya edisi bahasa Inggris, “A Theology of Liberation”, karya Gustavo Guiterez. Ia dikenal sebagai bapa teologi pembebasan. Cuplikan yang terlalu singkat dari adikarya meliputi visinya akan sebuah teologi dari bawah; di sini kaum tertindas dapat berbicara bagi diri mereka sendiri. Komitmennya terhadap misi sebagai pembebasan dilambangkan dalam kata-kata penutupnya yang menyatakan bahwa “partisipasi aktif untuk membebaskan umat manusia” itu jauh lebih berharga ketimbang semua teologi yang tertulis.[3]
Disini teologi pembebasan berusaha merefleksikan pengalaman dan makna iman yang didasarkan pada komitmen untuk menghapuskan ketidakadilan dan membangun sebuah masyarakat yang baru; teologi ini haruslah dibuktikan dengan praktek terhadap komitmen tersebut, dengan partisipasi aktif dan efektif di dalam perjuangan yang telah dilakukan. Pembebasan dari segala bentuk penghisapan, kemiskinan kemungkinan akan suatu kehidupan yang lebih manusiawi dan bermatabat, penciptaan suatu umat manusia yang baru semuanya melalui perjuangan ini.[4]
C.   BAGAIMANA BERMISI?
Bermisi akan menjadi maksimal apabila mempunyai faktor- faktor ini :
-       Melalui pendidikan misi dalam jemaat
-       Pengajaran
-       Inspirasi
-       Informasi

ü  Melalui Pendidikan misi dalam Jemaat
Perjanjian Lausanne menyatakan, "Penginjilan dunia menuntut segenap gereja menyebarkan Injil seutuhnya ke seluruh dunia." Pemahaman kita atas pernyataan itu, berdasarkan Alkitab, ialah bahwa segenap jemaat harus terlibat dalam misi pemberitaan firman. `Jemaat ialah insan- insan misionaris dari Kerajaan Allah`[5].
ü  Pengajaran
Tugas kita bersama ialah mengarahkan segenap anggota jemaat untuk berpartisipasi dalam misi Tuhan. Hal ini bukanlah masalah struktural, melainkan spiritual. `Masalah misi adalah masalah pribadi... hanya orang-orang rohani, dan jemaat di mana orang-orang rohani berpengaruh, dapat dan tepat mengemban perintah Kristus`[6]
ü  Inspirasi
Jemaat di Antiokhia adalah jemaat misioner teladan. Jemaat itu terkendali dan bersemangat karena dipacu oleh para nabi dan para pengajar (Kisah Para Rasul 13:1)[7]. Dan yang terpenting lagi, jemaat itu beribadah, berpuasa, dan berdoa (Kisah Para Rasul 13:2,3). Jemaat duniawi yang tidak menyangkali diri, atau tidak mengabdi sepenuhnya kepada Tuhan, mustahil memberi perhatian yang sungguh- sungguh terhadap misi.

ü  Informasi
Informasi tentang misi sebagai bagian dari pendidikan misi di jemaat lokal adalah sama pentingnya dengan unsur `pengajaran` dan `inspirasi` (lihat bagian terdahulu). Yesus berkata, `Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai` (Yohanes 4:35). Perintah ini erat berkaitan dengan segala kebutuhan penginjilan, perintah yang harus diketahui oleh semua anggota jemaat. Ketidaktahuan akan misi merupakan kendala besar bagi anggota jemaat untuk terlibat dalam kegiatan misi.
D.   Dasar Alkitabiah Misi Pembebasan
Di dalam Alkitab kata pembebasan memiliki arti yang dekat dengan kata keselamatan.  Kata-kata “keselamatan” yang dipakai adalah yeshua (Kej 49:18, Kel 14:13, dan Yes 12:2), moshaoth (Mzm 68:21) dalam PL dan soteria (Luk 1:69, Yoh 4:22, Kis 13:26, dan Rm 1:16) dalam PB. Sedangkan kata “pembebasan” itu sendiri, kata-kata yang dipakai dalam PL adalah deror (Im 25:10 dan Yes 61:1) dan chopshi (Yer 34:17); sedangkan kata-kata yang dipakai dalam PB adalah aphesis (Luk 4:18) dan eleutheria (Rm 8:21, 2 Kor 3:17, dan 1 Pet 2:16).  Dengan menggali arti dari kata-kata Alkitab ini dapat kita simpulkan bahwa keselamatan dan pembebasan selalu dihubungkan dengan tindakan penyelamatan dan pembebasan Allah terhadap umat manusia pada masa lalu, kini, dan yang akan datang.
Dalam Alkitab sudah tentu, tidak hanya menggambarkan penindasan, tirani dan penderitaan. Berita Alkitab adalah bahwa penindasan itu berdosa dan jahat, suatu pelanggaran terhadap Allah. Pada penindas adalah orang-orang berdosa yang tidak mengenal Allah dan kaum tertindas itu menderita karena dosa-dosa para penindas mereka. Tetapi ada pengharapan karena Allah, akan membebaskan kaum tertindas dari penderitaan dan sengsara mereka.[8]
Memang kitab Keluaran diakui sebagai dasar utama misi pembebasan oleh para pendukungnya karena mengisahkan pengalaman pembebasan umat Israel.  Kitab-kitab Nabi juga merupakan kitab-kitab pendukung bagi misi pembebasan.  Oleh karena para nabi mengalami tekanan dan ketidakadilan yang dilakukan oleh penguasa dan orang kaya terhadap umat manusia pada waktu itu, maka misi mereka adalah misi pembebasan melalui penyadaran dan penguatan umat.  Namun demikian, Lukas 4:17-21 :
4:17 Kepada-Nya diberikan kitab nabi Yesaya dan setelah dibuka-Nya, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis:
4:18 "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku
4:19 untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang."
4:20 Kemudian Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada pejabat, lalu duduk; dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya.
4:21 Lalu Ia memulai mengajar mereka, kata-Nya: "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya."
Dalam perikop tersebut diakui sebagai sumber Alkitab yang paling nyata untuk misi pembebasan.
E.   Misi Pembebasan kepada Orang Miskin Dalam Kehidupan dan Pelayanan Yesus
Pesan Yesus di sini ditujukan kepada segala keadaan manusia, baik bersifat historis maupun eskatologis.  Meskipun demikian, Yesus selalu mulai dengan orang-orang yang miskin.  Kata pendahuluan di dalam ayat-ayat 18-19 berisikan suatu pernyataan berprogram tentang misi Yesus untuk merubah nasib orang-orang miskin.  Kata-kata ini sesungguhnya berasal dari kitab Yesaya, yang di dalam Injil Lukas menjadi semacam manifesto Yesus:  “Pada hari ini genaplah nas ini, sewaktu kamu mendengarnya” (ay 21).  Orang-orang tawanan, orang-orang buta, dan orang-orang yang tertindas di sini semuanya dikelompokkan sebagai orang miskin sebab semuanya adalah manifestasi dari kemiskinan dan semuanya membutuhkan kabar baik[9]
Pilihan Yesus terhadap orang miskin berarti suatu protes terhadap kemiskinan dan keprihatinan yang sungguh terhadap nasib seorang miskin.  Hal ini berarti suatu ungkapan pembebasan baik dari kemiskinan maupun dari kekayaan.  Hal ini berarti pula suatu panggilan bahwa keadilan harus dibuka oleh Mesias dan murid-murid-Nya.  Hanya jika orang miskin menjadi titik tolaknya, maka pesan Yesus di sini adalah kabar baik.  Oleh karena itu, misi yang tidak mencakup orang miskin dan tidak memperhatikan sebab-sebab kemiskinan akan kehilangan bobot kristianinya.  Hal itu berarti pula mengkhianati kesejarahan Yesus, yang menjadi miskin di dunia ini dan yang memihak kepada orang-orang miskin.
F.    Misi pembebebasan terhadap kaum Miskin khusus di Indonesia
Menurut Bosch, menjadi miskin adalah suatu realitas material yang jelas. Namun, kita tidak boleh berpikir tentang kaum miskin dalam kategori-kategori sosial-ekonomi saja. Dalam refleksi tentang Lukas, dikatakan bahwa setiapkali Lukas mencatat kata-kata Yesus tentang siapa yang menderita, ia meletakkan kaum miskin entah pada permulaan atau pada bagian akhir sekali dari daftarnya. Hal ini tampaknya bermaksud mengatakan bahwa kaum miskin adalah sebuah kategori yang luas bagi mereka yang menjadi korban masyarakat. Kaum miskin adalah kaum yang dimarginalkan, mereka yang tidak mempunyai setiap partisipasi aktif atau bahkan juga pasif dalam masyarakat ; ini adalah marginalitas yang mencakup semua bidang kehidupan dan sering kali begitu luasnya sehingga orang merasa bahwa mereka tidak melakukan mempunyai sumber-sumber untuk melakukan apa pun dengan hal itu.[10]
Misi ini menantang karena bertujuan untuk mengubah sistem masyarakat yang salah.  Kita percaya bahwa kemiskinan yang telah melanda Indonesia sejak zaman dulu yang telah melingkupi beberapa periode adalah salah satu bentuk perbudakan.  Karena itu, sudah menjadi peranan orang Kristen di Indonesia untuk melibatkan diri dalam pembebasan manusia dari segala macam bentuk perbudakan kemiskinan.  Memang tugas ini tidak mudah.Gereja-gereja di Indonesia memiliki wajah barat yang datang bersama-sama dengan kolonialisme sehingga terasing dari masyarakat Indonesia.
Karena itu warisan sejarah ini berpengaruh besar atas gereja-gereja Indonesia masa kini dalam menghubungkan diri dengan kekayaan atau kekuasaan.  Banyak orang Kristen yang tidak mau meninggalkan “kenyamanan” yang mereka miliki untuk mengikut jejak Yesus orang Nazareth.  Dan banyak gereja-gereja Kristen yang lebih senang menjadi gereja “untuk” orang-orang miskin daripada menjadi gereja”nya” orang-orang miskin, dan hal tersebut banyak ditemukan di gereja-gereja yang ada di Indonesia.
Melihat fenomena yang terjadi di masyarakat akhir-akhir ini dengan makin banyaknya pengemis/pengamen di jalan dan konflik horizontalyang sering terjadi (baik antar pelajar atau antar suku/agama), maka jelasinilah konteks negara kitayang perlu diperhatikan. Banyaknya penganggur[11]dan mudahnya orang dihasut dan diadudomba menggambarkankualitas warga masyarakat kita.
Apa yang dikemukakan oleh almarhum T. B. Simatupang dalam Sidang Raya DGI tahun 1964 perlu menjadi catatan penting bagi peranGereja dalam menghadapi kemiskinan saat ini dan di masa mendatang.Ia menyatakan:
Nasib kaum miskin, haruslah menjadi keprihatinan utama gereja-gereja di Indonesia, dalam kerjasama dengan para penganut agama yang lain. Injil adalah Kabar Baik untuk orang-orang miskin. Ini berarti tugas gereja dalam pembangunan bukanlah semata-mata memperingan beban penderitaan, tetapi pada saat yang sama menghapuskan ketidakadilan yang menyebabkan penderitaan dalam masyarakat. Karenanya gereja harus hadir bukan hanya dalam dunia mereka yang memperoleh keuntungan dari pembangunan, melainkan juga (atau khususnya) di tengah-tengah mereka yang menjadi korban pembangunan[12]
Pemikiran Simatupang tersebut telah terumus dengan tepat dan kontekstual. Usulan agar mengajak kerjasama dengan agama lain mungkin sesuatu yang masih belum lazim bagi Gereja. Namun mengingat tuduhan yang sering dilontarkan bahwa usaha pelayanan sosial hanyalah sebagai usaha “kristenisasi” maka kerjasama merupakan solusi yang baik. Ada dua hal usaha yang perlu dilakukan bersama-sama dan menurut penulis ini sama pentingnya dan sama mendesaknya bagi negara saat ini. Usaha nyata dengan langsung menolong mereka yang miskin dan usaha untuk mengubah struktur yang tidak adil, agar rakyat miskin dapat memperoleh apa yang menjadi haknya sebagai warganegara yangmelimpah dengan kekayaan sumber alam ini. Gereja harus hadir dalam usaha-usaha ini. Kehadiran Gereja dalam hal ini gaungnya akan lebih nyaring terdengar dibanding dengan khotbah-khotbah yang sering hanya merupakan retorika belaka.
Selanjutnya, kebanyakan orang-orang miskin menjadi objek dari pembangunan direncanakan,  dibiayai,  diatur,  dan  dipekerjakan  oleh  orang-orang  kaya dan berkuasa. Dalam perkembangan selanjutnya, orang-orang miskin menjadi agen dari pembangunan, tapi menjadi agen nomor dua. 
Dan hanya baru-baru inilah peranan orang-orang miskin  berubah  total  dan  gaya  misi  pun  dituntut  berubah.  Kini orang-orang miskin muncul sebagai orang yang memiliki sedikit, yang memiliki sedikit kekuatan dalam masyarakat, tetapi oleh iman dan kasih mereka, mereka bekerja untuk mengoreksi ketidakadilan, untuk menciptakan sebuah dunia baru, dan mempertimbangkan sebuah gereja yang khas.  Orang-orang miskin telah memasuki baik sejarah kita maupun kehidupan gereja kita.  Orang-orang miskin kini tidak mau lagi dijadikan objek dari belas kasihan dan derma.  Sebaliknya, mereka menuntut keadilan.  Mereka memberontak untuk diperlakukan sebagai objek pembangunan; sebaliknya mereka menuntut untuk menjadi subjek dari pembangunan.  Di atas semuanya ini, mereka tidak mau lagi hanya menjadi objek dari misi; sebaliknya mereka sekarang menuntut hak mereka untuk menjadi agen dan pembawa misi.
Strategi misi sebagai pembebasan kaum miskin khusus di Indonesia menurut penullis adalah :
Pertama, salah satu bagian yang penting dari misi terhadap orang-orang miskin adalah penyadaran.  Menyadarkan berarti menolong seseorang mengerti apakah akar penyebab keadaannya.  Demikian pula, kita perlu menyadarkan orang-orang miskin untuk mengerti apakah akar penyebab perbudakan dan penderitaan hidup mereka.  Orang miskin perlu sadar bahwa mereka adalah manusia seutuhnya, ciptaan yang berpengharapan, yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.  Akhirnya, mereka perlu melihat terang Alkitab dan melakukan analisa sosial, untuk dapat melihat keadaan konkrit mereka dan menemukan tindakan tepat apa yang harus diambilnya. Untuk bisa menjalankan hal tersebut dengan maksimal, gereja harus mengambil peran yang sangat penting. Bekerja sama dengan pemerintah daerah misalnya, akan membuat misi terhadap kaum miskin berjalan dengan baik.
Kedua, orang-orang miskin perlu bergantung kepada karunia yang mereka terima dari Allah di dalam pengalaman hidup mereka sendiri.  Hal ini berarti diperlukan suatu penguatan yang memberi orang-orang miskin  kesempatan untuk menjadikan keselamatan dan penebusan Kristus suatu kenyataan di dalam hidup mereka.

Akhirnya, menjadi seorang Kristen tidak hanya berarti menjadi seorang penyembah Kristus.  Seorang Kristen sejati harus berbuat seperti yang diperbuat Kristus, yaitu membebaskan nasib manusia dari segala macam bentuk perbudakan untuk menyatakan imago Dei.  Berdoa dan berbuat, penyadaran dan akal tidak boleh kita pisahkan.  Sebuah gereja tidak dapat menjadi gereja yang berdoa jika ia tidak berusaha untuk menerapkan doa-doanya dalam perbuatan yang nyata.  Dan hanya melalui penyadaran orang-orang miskin dapat diubah menjadi agen dari misi dan sekaligus agen pengutusan Injil.  Oleh karena itu, dengan merasa terpanggil oleh Roh Kudus, kiranya kita dan gereja kita di Indonesia akan menjadi baik gereja untuk orang-orang miskin maupun gereja-nya orang-orang miskin.














BAB III
PENUTUP
A.   KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas jelaslah bahwa misi sebagai pembebasan adalah sebuah misi utama yang harus bergerak dibidang pelayanan gereja khususnya yang ada di Indonesia.
Kerjasama antara pemerintah Indonesia dan gereja-gereja di Indonesia terhadap kaum miskin adalah unsur penting dalam kegiatan bermisi.
Bukan hanya pemerintah, kita tahu bahwa Indonesia adalah Negara dengan pluralitas agama, dan misi sebagai pembebasan terhadap kaum miskin bukan hanya misi gereja saja, tetapi misi dari seluruh agama khususnya di Indonesia. Dengan adanya kerja sama antara gereja, pemerintah dan agama-agama maka akan terbangunnya teologi sosial kemanusiaan yang nyata terhadap pembebasan akan kaum miskin.
B.   SARAN
Dalam makalah ini memang masih ada kekurangan, baik dari sumber data yang diperoleh maupun analisan terhadap topik bahasan ini. Namun, dengan adanya makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah ini, kita bisa mendapatkan suatu pelajaran bahwa misi yang disertai tindakan nyata dalam hal ini pembebasan terhadap kaum miskin yang ada di Indonesia akan lebih memajukan kehidupan berbangsa Indonesia itu sendiri, dan mengembangkan juga ilmu pengetahuan teologi tentang misiologi.  Diharapkan adanya kritik dan saran/masukan dari dosen pengampuh agar bisa lebih mengembangkan tentang bahasan makalah ini dalam rangka berteologi tentang misi.



DAFTAR PUSTAKA :
___________________, Alkitab (Jakarta : Lembaga Alkitab Indonesia, 2008)
Bosch, David J. Transformasi Misi Kristen : Sejarah teologi misi yang mengubah dan berubah. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2011
Glasser, Arthur. Crucial Issues in Mission Tomorrow, redaksi Donald A. McGavran,
Simamora, Ranto G. Misi Kemanusiaan dan Globalisasi : Teologi Misi dalam Konteks Globalisasi di Indonesia. Bandung : Ink Media, 2006
Thomas, Norman E.. Teks-teks klasik tentang misi dan kekristenan sedunia : melengkapi adikarya David Bosch, Transformasi Misi Kristen. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2009
Teesha, L.S. Misi dan Jemaat Lokal. Jakarta : Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2005
Yewangoe, A. A. Theologia Crucis di Asia. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1996


[1]Norman E. Thomas. Teks-teks klasik tentang misi dan kekristenan sedunia : melengkapi adikarya David Bosch, Transformasi Misi Kristen. (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2009) h. 266
[2] Ranto G. Simamora. Misi Kemanusiaan dan Globalisasi. (Bandung : Ink Media, 2006) h. 94
[3] Norma Thomas.,Ibid
[4]Ibid., h. 274
[5] Arthur Glasser, Crucial Issues in Mission Tomorrow, redaksi Donald A. McGavran, h. 47
[6] L.S. Teesha. Misi dan Jemaat Lokal. (Jakarta : Yayasan Komunikasi Bina Kasih) h. 20
[7] ALKITAB TB 13:1 “Pada waktu itu dalam jemaat di Antiokhia ada beberapa nabi dan pengajar, yaitu: Barnabas dan Simeon yang disebut Niger, dan Lukius orang Kirene, dan Menahem yang diasuh bersama dengan raja wilayah Herodes, dan Saulus.”

[8] Norman E. Thomas, Ibid. h. 285
[9]Ibid,..
[10] David J. Bosch. Transformasi Misi Kristen : Sejarah teologi misi yang mengubah dan berubah. (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2011) h. 669
[11] Data yang diperoleh dari surat kabar nasional adalah 36 juta orang
[12] Dikutip dari A. A. Yewangoe, Theologia Crucis di Asia (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1996) h. 309

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

FILSAFAT ILMU : KAJIAN ALIRAN RASIONALISME DAN IMAN KRISTEN

Teologi Keanggotaan Gereja