FILSAFAT ILMU : KAJIAN ALIRAN RASIONALISME DAN IMAN KRISTEN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Di sepanjang sejarah,
manusia selalu menjadi fokus dalam perkembangan zaman. Hal ini dikarenakan
manusia diciptakan menurut peta dan teladan Allah. Manusia diberi kapasitas
untuk mengerti kebenaran berbeda dengan ciptaan lain, hewan misalnya yang hanya
mempunyai insting saja.
Dari waktu ke waktu
proses pemikiran manusia selalu menemukan sesuatu yang baru dan tidak bersifat
statis tetapi selalu dinamis. Manusia adalah mahkluk berpikir, dan hal ini
nyata dengan karya-karya manusia dalam setiap aspek kebudayaan yang memberikan
sumbangsih bagi dunia tempat manusia itu tinggal.
Salah satu perkembangan
pemikiran manusia yang konkrit dan meliputi segala abad adalah filsafat. Dalam
hal ini filsafat adalah studi tentang fenomena kehidupan dan proses berpikir
manusia secara kritis, dan dijabarkan dalam konsep yang mendasar.[1] Dalam
hal ini filsafat tidak di dalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen, dan
percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari
solusi, untuk hal tersebut serta mencari argumentasi dan alasan yang tepat
untuk solusi tertentu.[2]
Jika dilihat secara
etimologi kata filsafat berasal dari kata Yunani filosofia Φιλοσοφία, yang
diturunkan dari kata kerja filosofein,
kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). yang berarti mencintai
kebijaksanaan.[3]
Dalam Filsafat, seluruh kegiatan untuk mencintai kebijaksanaan sama dengan
mencintai pengetahuan adalah dengan mempertanyakan segala sesuatu secara
terus-menerus dengan kritis dan tajam.[4]
Dari segi sejarah,
zaman fisafat modern bermula di Barat sejak tercetusnya krisis di Zaman
Pertengahan (Middle Ages/Dark Ages)
selama dua abad (abad 14 dan abad 15) dengan munculnya gerakan Renaissance[5]. Renaissance adalah zaman perkembangan
peradaban yang berlaku di hujung atau selepas Zaman Pertengahan sehingga
munculnya Zaman Modern.[6]
Pada zaman pencerahan di Eropa ini, telah timbul aliran
rasionalisme di Prancis, Jerman dan Belanda, empirisisme di Inggris. Kedua
aliran ini memukul kepercayaan-kepercayaan agama tradisional pada waktu itu. Oleh
karena kepercayaan agama tergantung pada apa yang disebut revelation/wahyu
Allah, yang kontras dengan Pencerahan yang menganggap manusia telah mencapai
kedewasaan untuk mengetahui segala bidang pengetahuan. Dengan kata lain, bahwa
manusia sudah bisa hidup tanpa pernyataan Allah, yaitu hanya melalui rasio,
cukup bagi manusia untuk dapat menjawab dan menyelesaikan persoalan untuk
menemukan serta mengerti kebenaran.
Dalam makalah ini,
penulis memfokuskan pada satu aliran yang terkenal dalam filsafat yakni aliran
rasionalisme. Diketahui bahwa rasionalisme berkembang pada zaman modern tetapi
dalam Yunani Kuno pun aliran ini juga berkembang dengan baik dan dipakai oleh
filsuf termasyur pada zamannya. Tokoh-tokoh aliran ini adalah Plato, Rene Descartes (1596-1650 M), Nicholas Malerbranche
(1638-1775 M), B. De Spinoza (1632-1677 M), G.W.Leibniz (1646-1716 M),
Christian Wolff (1679-1754 M), dan Blaise Pascal (1623-1662 M). Namun hanya
beberapa tokoh saja yang akan dipaparkan penulis dalam makalah ini, yang dapat
dikatakan sebagai peletak fondasi dasar dari aliran rasionalisme yakni Plato di
zaman klasik, kemudian Rene Descartes, Spinoza,di zaman modern kemudian penulis
melakukan kajian terhadap pemikiran mereka berdasarkan perspektif iman kristen.
B.
Rumusan
Dari latar belakang
yang dipaparkan penulis di atas, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam
makalah ini adalah :
1. Apakah
yang dimaksud dengan filsafat aliran Rasionalisme?
2. Siapakah
Tokoh-tokoh utama dalam Filsafat Rasionalisme serta pemikirannya ?
3. Bagaimana
korelasi antara filsafat rasionalisme dan iman kristen?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian aliran filsafat Rasionalisme
2. Mendeskripsikan
tokoh-tokoh Filsafat Rasionalisme serta pemikirannya
3. Mengetahui
korelasi antara filsafat rasionalisme dan iman kristen
D.
Manfaat
1. Secara
teoretis
Penulisan
makalah ini diharapkan dapat bermanfaat agar dapat mengembangkan kajian dalam
ranah filsafat ilmu lebih khusus aliran rasionalisme serta korelasi dengan iman
kristen yang dapat meningkatkan minat belajar mahasiswa dibidang filsafat serta
diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
2. Secara
Praktis
Penulisan
ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada mahasiswa PAK maupun teologi
tentang kepercayaan iman kristen mereka, agar metode berfilsafat juga lebih
diperhatikan agar bisa mendapatkan suatu proses pemikiran yang mendalam dan
sistematis.
BAB
II
ISI
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan ajaran Rasionalisme
Filsafat periode modern[7]
melahirkan berbagai macam aliran pemikiran, dan dua di antaranya yang tekenal
disebut rasionalisme dan empirisme. Kedua aliran ini mempunyai pengertian,
ciri-ciri, dan tokohnya masing-masing.
Aliran Rasionalisme
adalah suatu aliran pemikiran yang muncul dalam era filsafat modern di dunia
barat. rasionalisme adalah berasal dari perkataan Latin yaitu “ratio” yang memberi makna “reason” dalam bahasa Inggris. Rasionalisme
adalah aliran filsafat yang menekankan rasio[8]
sebagai sumber pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas)
dari pengamatan indrawi.[9]
Dengan kata lain, bagi aliran ini pengetahuan manusia tidak didasarkan pada
pengalaman empiris, melainkan pada asas-asas a priori[10] yang terdapat di dalam rasio. Maka itu,
rasionalisme bertolak dari aksioma-aksioma, prinsip-prinsip atau definisi umum
terlebih dahulu menjelaskan kenyataan.
Akhyar Yusuf Lubis yang
mengutip pemikiran Lorens Bagus[11]
membagi enam pokok ajaran rasionalisme sebagai berikut[12] :
1) Rasionalisme
percaya bahwa melalui proses pemikiran abstrak kita dapat mencapai kebenaran
fundamental, yang tidak dapat disangkal, mengenai apa yang ada serta
strukturnya dan tentang alam semesta pada umumnya.
2) Rasionalisme
percaya bahwa realitas serta beberapa kebenaran tentang realitas dapat dicapai
tanpa menggunakan metode empiris.
3) Rasionalisme
percaya bahwa pikiran mampu mengetahui beberapa kebenaran tentang realitas,
mendahului pengalaman apapun juga. Pengetahuan yang diperoleh tanpa pengalaman
disebut dengan pengetahuan a priori.
4) Rasionalisme
percaya bahwa akal budi adalah sumber pengetahuan yang utama. Menggunakan
sistem deduksi yang dapat dipahami secara rasional yang hanya secara tidak
langsung berhubungan dengan pengalaman indrawi.
5) Rasionalisme
percaya bahwa kebenaran tidak diuji melalui verifikasi indrawi, akan tetapi
melalui kriteria konsistensi logis. Kaum Rasionalisme menentukan kebenaran yang
didasarkan atas konsistensi antara pernyataan yang satu dengan pernyataan yang
lain atau kesesuaian antara pernyataan (teori) dengan kesepakatan (konsesus)
para ilmuwan.
6)
Rasionalisme percaya bahwa alam semesta
(realitas) mengikuti hukum-hukum alam yang rasional, karena alam semesta adalah
sistem yang dirancang secara rasional, yang aturan-aturannya sesuai dengan
logika/matematika.
Jelas sekali bahwa dari
perspektif apapun aliran filsafat rasionalisme selalu menekankan bahwa sumber
segala macam pengetahuan hendaklah/harus berdasarkan dari rasio/akal budi.
Dalam paradigma Iman
Kristen, para reformator abad keenam belas dikuasai oleh minat terhadap Allah.
Mereka mengambil titik tolak mereka, yakni tindakan Allah di dalam Kristus,
sebagaimana yang disaksikan oleh Alkitab. Dari pola itu mereka dapat melangkah
untuk memikirkan tentang dunia.[13] Berbeda
dengan para kaum rasionalis di abad ke tujuh belas tidak tertarik pada Allah
melainkan terhadap dunia. Banyak diantara mereka adalah ilmuwan-ilmuwan yang
telah memberikan sumbangsih terkemuka bagi matematika, yang berasal dari titik
tolak dari ilmu deduksi atau pemikiran logika. Perlu dikatakan juga bahwa mereka
bukanlah orang yang tidak beragama, mereka adalah orang yang taat akan agama.
Gagasan mengenai Allah mengambil mengambil tempat yang sedikit banyak penting
dalam pemikiran mereka. Mereka lebih tergugah dengan struktur rasional di alam
semesta ini. Dan pandangan yang mereka terima mengenai alam semesta menentukan
peran yang mereka rancangan bagi Allah dalam skema pikiran mereka.
B.
Periodisasi
Rasionalisme
1.
Rasionalisme
Klasik
a.
Plato
Nama asli Plato
(427-347 SM) adalah Aristokles, sementara nama Plato itu sendiri adalah julukan
yang diberikan oleh guru senamnya yang sedikit mengejek karena dahi Aristokles
lebar sehingga ia dipanggil Plato (platos=lebarnya).[14]
Plato adalah Filsuf
klasik Yunani, serta pendiri Akademik Platonik di Athena,sekolah tingkat tinggi
pertama di dunia barat. Ia adalah murid Socrates. Pemikiran Plato pun banyak
dipengaruhi oleh Socrates. Plato adalah guru dari Aristoteles.[15] Karyanya yang paling terkenal ialah Republik (dalam bahasa Yunani Πολιτεία atau Politeia,
"negeri") yang di dalamnya berisi uraian garis besar pandangannya
pada keadaan "ideal"[16]
Salah satu pengetahuan yang perlu dipahami tentang
rasionalisme filsafat klasik dari Plato adalah teori tentang forma. Misalnya, Jika kita benar-benar mengetahui tentang
sesuatu, sulitlah untuk menyatakan bahwa pengetahuan itu dapat salah, tetapi
jika sesuatu sudah diketahui, misalnya kotak mempunyai empat sisi atau 2+2=4,
pengetahuan itu benar selamanya.[17]
Tentang Teori Forma, Plato menyatakan bahwa hal-hal yang
tidak berubah, seperti forma kemerahan, keadilan, keindahan, dan lain-lainnya
benar-benar ada. Forma yang bersifat tetap itu berada di dunia ide yang
terpisah dari dunia kita.[18]
b.
Pemikiran
Plato
Pandangan Plato dipengaruhi oleh
beberapa filsuf antara
lain[19]
:
1)
Pythagoras,
yang memberikan pengaruh bagi Plato tentang keabadian jiwa, mistisisme dan matematika.
2)
Parmenides,
yang memberi Plato pemikiran tentang kenyataan yang abadi, yang tidak berubah
oleh waktu sebagai realitas yang paling dasar, yang oleh Plato disebut dunia
Idea.
3)
Heracleitos,
yang memberi Plato dasar pemikiran tentang tidak adanya sesuatu yang permanen
dalam dunia fisik, karena itu pengetahuan tentang dunia empiris hanyalah
sekedar doxa (pendapat) dan bukan episteme (pengetahuan yang sempurna).
4)
Socrates,
yang memberikan pengaruh kepada Plato tentang problem etika (moral) serta
perlunya tujuan kehidupan di dunia, karenanya Plato menekankan perlunya
menggeluti pengetahuan tentang idea “Yang Baik” yang menjadi tujuan semua Idea.
Pengetahuan menurut Plato bukanlah
hasil pengamatan indra, sebab dunia yang kita amati hanya bayangan dunia idea.
Pemecahan
Plato yakni yang serba berubah itu dikenal oleh pengamatan, akan tetapi yang
tidak berubah dikenal oleh akal. Misalnya, dalam pengamatan kita mengenal
segitiga yang bermacam-macam, ada sama sisi, ada siku-siku, ada yang besar, ada
yang kecil dan lain sebagainya. Akan tetapi dengan akal kita sampai kepada segi
tiga seperti keadaan yang sebenarnya, yang tetap, yang tidak berubah, yang
kekal, yang tidak tergantung kepada segi tiga yang kita amati.[20]
Dalam buku Republic, Plato
mengemukakan tentang alegori gua (the allegory of cave) seperti berikut :
“Berkisah
tentang orang-orang tawanan yang terbelenggu di dalam gua di bawah tanah sejak
kecilnya. Leher dan kaki mereka terbelenggu sedemikian rupa, sehingga mereka
tidak bisa pindah tempat, bahkan tidak bisa menoleh ke kiri atau ke kanan,
sehingga mereka Cuma dapat melihat dinding gua. Mereka duduk membelakangi pintu
gua yang memungkinkan cahaya masuk ke dalam gua itu. Karena itu, yang mereka lihat selama hidupnya adalah
bayangan benda atau bayangan mahkluk yang lewat di sekitar pintu gua yang
terpantul di tembok/dinding gua. Bagi mereka yang terkurung selamanya di dalam
gua itu menganggap bahwa bayangan itulah realitas yang sesungguhnya”.
Ada
beberapa penafsiran yang dirasakan relevan dengan situasi kehidupan kita
sekarang terkait alegori gua Plato tersebut. Penafsiran tersebut adalah sebagai
berikut.[21]
a. Sebagai kritik tajam atas
kehidupan/pemahaman yang dangkal. Kebenaran dan kebaikan baik adalah sesuatu
yang memuaskan. Secara tidak sadar kehidupan manusia penuh ilusi dan
pengetahuan yang dangkal.
b. Kiasan kehidupan politis yang
berbicara seenaknya. Ilmuwan dan politisi terkurung dalam gua bayangan ideologi
dan teori-teorinya.
c. Kritik terhadap realisme naif, yang
menganggap bahwa pernyataan kita sebagai sesuatu penjelasan realitas
sesungguhnya.
d. Kritik terhadap pandangan ilmu
pengetahuan teknologi sebagai alat pemenuhan kebutuhan yang dangkal, tanpa
mempertimbangkan kebutuhan yang lebih mendalam seperti persoalan etis, religius
dan lingkungan secara lebih luas.
e. Perlunya seorang ilmuwan bebas atau
merdeka dari bayangan dan ilusi-ilusi. Lalu memberikan pencerahan dan membantu
masyarakat keluar dari berbagai dogmatisme, ketertutupan dan ketidakberesan.
Dapat
disimpulkan bahwa dari pemikiran Plato menurutnya akal budi memiliki kedudukan
tertinggi, sementara hasrat secara serampangan cenderung menuntut pemenuhan
keinginannya, sedangkan jiwa memiliki dimensi irasional, karena itu perlu
bimbingan dan pengawasan akal budi.
2.
Rasionalisme
Modern
a.
Rene
Descartes
Apabila membicarakan mengenai filsafat modern di
barat, maka Rene Descartes adalah merupakan tokoh yang disebut terlebih dahulu.
Descartes dilahirkan pada tanggal 31 Maret 1596 di sebuah bandar kecil La Haye, di Touraine, Prancis.[22]
Descartes mempelajari ilmu filsafat, yang meliputi
asas yang kukuh mengenai logik deduktif dan etika Aristotle, teori saintifik
Aristotle, dan metafisik Aristotle dan Thomas Aquinas sebagaimana yang
ditafsirkan oleh ahli-ahli teologi yang mengakibatkan Descartes jatuh cinta
dengan filsafat dan mengandaikan bahwa hidup tanpa berfilsafat adalah seperti
hidup dengan mata yang tertutup (to live
without philosophizing is to live with closed eyes).[23]
Ia meninggal pada tahun 1650 karena komplikasi
penyakit yang dialaminya akibat memberikan pelajaran filsafat kepada Ratu
Kristina dari Swedia pada jam enam pagi setiap hari.[24]
1)
Pemikiran
dan Metode Descartes
Rene Descartes berusaha mengembangkan metode
filsafat yang menjamin pengetahuan yang pasti secara mutlak tentang dunia. Ia
menyatakan bahwa cogito ergo sum
(“aku berpikir, maka aku ada”). Rasionalismenya memberikan pengaruh yang sangat
besar pada perkembangan filsafat modern selanjutnya. Ia seorang matematikawan
yang mengembangkan geometri analitis. Karya utamanya : meditation on First Philosophy, Discourse on Method, Principle of
Philosophy.[25]
Descartes mengawali filsafat modern dengan menapaki
masalah epistemologi dengan mencoba menemukan fondasi bagi kebenaran ilmu
pengetahuan yang absolut dan pasti.
Frans M. Suseno
mengemukakan pemikiran filsafat Descartes sebagai berikut.
“Descartes mengemukakan kesangsian
metodis, karena ia tidak puas dengan filsafat-filsafat pada zamannya. Filsafat
itu terlalu tergantung pada dalil-dalil filsuf-filsuf zaman dahulu, seperti
Aristoteles. Filsafat sebagai ilmu tidak boleh bertolak dari pengandaian
apapun. Apa yang diajarkannya harus langkah demi langkah dipertanggungjawabkan.
Filsafat harus menyangsikan segala-galanya. Tidak boleh ada sesuatu apa pun
yang begitu saja diterima. Dalam kesangsian itu akan kelihatan apa yang dapat
bertahan dan yang tidak.”[26]
Cogito Ergo Sum adalah sebuah metode yang menjunjung
tinggi suatu keraguan untuk mengungkapkan suatu kebenaran. Segala sesuatu
haruslah diragukan agar memperoleh kebenaran. Namun, satu hal yang tidak dapat dia ragukan adalah rasa
ragu itu sendiri. Inilah yang menjadi basis filsafat Descartes, yaitu saya ragu
maka saya berpikir dan saya berpikir adalah ada.
Metode keraguan Descartes bertolak dari kenyataan di
mana manusia kerap tertipu oleh pengamatan (pengalaman). Ia terus meragukan
segala hal secara sistematis, sehingga sesuatu yang salah akan tampak sebagai
kebenaran. Baginya, eksistensi yang berpikir (thinking being) merupakan fondasi
yang mutlak bagi semua pengetahuan.
Selain Cogito Ergo Sum, karya terkenal yang lain
dari Descartes adalah Discourse de la
Methode dan Meditationes de prima philosophia.[27]
Ia membedakan tiga ide dalam diri manusia, yakni :
-
Innate
ideas adalah ide atau pemikiran bawaan sejak manusia
tersebut dilahirkan.
-
Adventitious
idea
adalah ide yang berasal dari luar diri manusia
-
Factitious
idea
adalah ide yang dilahirkan oleh pikiran itu sendiri.
Dengan metode Descartes itulah akhirnya memunculkan
kembali bahwa segala sesuatu haruslah dipecahkan dengan rasio. Jadi dapat
dikatakan bahwa proses memperoleh pengetahuan atau ilmu secara sistematis dan
lebih khusus dalam ranah filsafat haruslah dilakukan lebih dulu dengan metode
keraguan untuk memilah-milah.
2)
Iman
Kristen menurut Descartes
Dalam pembaharuan kembali bukti-bukti abad
pertengahan mengenai keberadaan Allah dia mempergunakan peninggalan Abad
Pertengahan. Seperti para filsuf abad pertengahan, dia tertarik pada
metafisika. Namun, sampai pada akhir hidupnya Descartes tetap seorang Katolik
secara namanya saja.[28]
Descartes tertarik akan Allah bukan demi
kepentingannya sendiri, melainkan demi kepentingan dunia. Allah menurutnya,
sebagai suatu deus ex machina yang
menjamin keabsahan pikiran-pikiran tentang dunia. Terpisah dari hal itu Dia
selamanya hanya berdiri di samping panggung. Tidaklah mengherankan, pada saat
para filsuf kemudian ikut bersama-sama memakai pra-anggapan Descartes tetapi
bukan metoden-metodenya.
Kelemahan dalam perspektif Iman Kristen, bahwa
Descartes tidak terlalu mementingkan penggunaan hati nurani sebagai titik tolak anugerah Allah
terhadap penjelasan-penjelasan yang ada. Penggunaan penalaran (rasio) hanyalah
bagian kecil. Hati nurani merupakan kesadaran pribadi dalam diri manusia untuk
memperoleh kebenaran yang utama dan pertama, tetapi bagi Descartes ditempatkan
dalam kebenaran yang terakhir.
b.
Baruch
Benedictus Spinoza
Spinoza (1632-1677) dilahirkan dari keluarga Yahudi
dan seorang rasionalis Yahudi. Ia seorang yang jujur, sopan, pemikir bebas dan
menolak pembatasan, termasuk menolak
jabatan di Universitas Heidelberg, dengan alasan jabatan resmi.
Benedictus
de Spinoza adalah filosof besar yang paling dihargai dan dihormati. Secara
intelektual, beberapa filosof lain mengunggulinya, tetapi secara etis, dialah
yang tertinggi. Konsekwensinya, selama hidupnya dan satu abad setelah
kematiannya, Spinoza dianggap sebagai orang yang sangat jijik pada kejahatan.[29]
1)
Pemikiran
Spinoza
Ia mencari kepastian dengan menggunakan metode
filsafat “geometris”.[30]
Ia juga menerima monisme yang menyatakan bahwa realitas adalah “satu” dan panteisme yakni Allah adalah keseluruhan
yang ada.[31]
Dengan kata lain hanya ada satu substansi “Deus
sive natura” (Tuhan atau Alam). Tuhan dan alam adalah satu dan sama.
Spinoza mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
berkaitan dengan kebenaran sesuatu, sebagaimana pertanyaan, apa substansi dari
sesuatu, bagaimana kebenaran itu bisa benar-benar yang terbenar. Spinoza
menjawabnya dengan pendekatan yang juga dilakukan sebelumnya oleh Rene
Descartes, yakni dengan pendekatan deduksi matematis, yang dimulai dengan
meletakkan definisi, aksioma, proposisi, kemudian berubah membuat pembuktian
(penyimpulan) berdasarkan definisi, aksioma, atau proposisi itu.
2)
Iman
Kristen menurut Spinoza
Bagi Spinoza hanya ada satu substansi, yaitu Tuhan.
Dan satu substansi ini meliputi baik dunia maupun manusia. Itulah sebabnya
pendirian Spinoza disebut penteisme yang rasional, Tuhan disamakan dengan
segala sesuatu yang ada. Spinoza juga beranggapan bahwa satu substansi itu
mempunyai ciri-ciri yang tak terhingga jumlahnya. Namun demkikian kita hanya
mengenal dua ciri saja, pemikiran dan keluasan. Pada manusialah kedua ciri
tersebut terdapat bersama-sama pemikiran (jiwa) dan serentak juga keluasan
tubuh.
Seperti Descartes, dia mulai dengan ide-ide yang
jelas dan nyata, gagasan-gagasan yang dipikirkannya terbukti benar dengan
sendirinya. Ide dasar berkenaan dengan subtansi yang didefinisikannya sebagai
“yang berada oleh dirinya sendiri dan dimengerti oleh dirinya sendiri; yakni
sesuatu dimana konsep untuk formasinya tidak memerlukan hal lain.[32]
Apa yang coba Spinoza buktikan adalah hanya ada satu
subtansi, dan subtansi ini dapat dipandang sebagai Allah atau alam. Sebab apa
saja yang ada, berada di dalam Allah, dan tanpa Allah tidak ada sesuatupun
dipahami atau dapat dipahami. Spinoza juga segera memberikan suatu argumen yang
lain yakni Allah tidak berada di luar alam melainkan di dalam alam. Allah
adalah penyebab yang selalu ada dan bukan penyebab sementara segala sesuatu.[33]
Baik kita berbicara tentang Allah atau alam, sebenarnya kita sedang berbicara
tentang hal yang sama. Perbedaannya berada pada satu tekanan. Berbicara tentang
Allah menaruh perhatian pada penyebab ; berbicara tentang alam pada hasil
akhir.
C.
Kajian
Rasionalisme
Dari beberapa pemikiran yang dipaparkan
oleh ketiga tokoh aliran rasionalisme baik klasik dan modern maka, penulis
mendapatkan sebuah kajian mengenai rasionalisme yang disimpulkan secara ringkas
sebagai berikut.
1) Pola
pemikiran aliran rasionalisme seperti diketahui menekankan proses penalaran
atau rasio sebagai jalan memperoleh pengetahuan.
2) Yang
harus dipandang sebagai yang benar adalah jelas dan terpilah-pilah, artinya
bahwa gagasan atau idea harus dibedakan dengan persis
3) dari
gagasan idea yang lain.
4) Proses
keragu-raguan dalam metode ilmiah dalam kajian filsafat merupakan suatu proses
membangun sarana berpikir ilmiah yang dapat membangun fondasi bagi perkembangan
filsafat. Inilah yang diletakkan oleh aliran rasionalisme.
5) Ajaran
rasionalisme selalu mengklaim kebenaran yang didapatkan tidak ditentukan oleh
pengamatan. Benar atau salahnya tidak dapat bergantung pada pengalaman atau
dikatakan pada eksperimen, namun hanya dapat diketahui oleh rasio atau intuisi
intelektual.
6) Klaim-klaim
rasionalisme bersifat tentang sesuatu yang pasti atau yang tidak mungkin.
Maksudnya adalah sekali benar tetaplah benar, jika dibahasakan dalam makna yang
sederhana. Misalnya kalau kita belajar bahwa 2 tambah 2 sama dengan 4, maka itu
tidak akan pernah dapat dibuktikan dengan pengalaman.
Namun aliran rasionalisme juga terdapat
beberapa kelemahan atau kekurangan dalam proses berfilsafat yakni ;
ajaran-ajaran filsafat rasio cenderung mementingkan subjek daripada objek,
sehingga rasionalisme hanya berpikir yang keluar dari akal budinya saja yang
benar, tanpa memerhatikan objek – objek rasional secara peka. Kelemahan
rasionalisme adalah memahami objek di luar cakupan rasionalitas sehingga titik
kelemahan tersebut mengundang kritikan tajam , sekaligus memulai permusuhan
baru dengan sesama pemikir filsafat yang kurang setuju dengan sistem – sistem
filosofis yang subjektif tersebut.
D.
Rasionalisme
menurut Paradigma Iman Kristen
Menurut penulis mengenai hal ini,
filsafat rasionalisme mewakili usaha manusia yang tidak habis-habisnya untuk
memperoleh, mencari kebenaran dengan menggunakan bermacam-macam cara atau
metode secara terus-menerus salah satunya adalah aliran rasionalisme, namun
disisi lain manusia juga belum pernah memperoleh jawaban yang tuntas. Iman
Kristen mengajarkan kebenaran yang mutak berasal dari Allah yang tuntas dalam
setiap jawaban manusia.
Rasionalisme merupakan kecintaan manusia
terhadap dunia ilmiah untuk mendapatkan kebijaksanaan yang memberikan
sumbangsih pada dunia. Manusia adalah satu-satunya mahkluk yang diciptakan
dengan kemungkinan menemukan kebijakan Ilahi. Itulah sebabnya segala sesuatu
yang ditemukan baik di dalam diri manusia maupun di dalam ciptaan alam semesta,
semua tergolong ke dalam wilayah filsafat. Sedangkan iman kristen merupakan
reaksi manusia terhadap wahyu Allah yang dinyatakan melalui alam semesta dan
Firman yang diinspirasikan.
Rasionalisme merupakan anugerah umum
yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk mengerti ciptaanNya. Ini berarti akal
atau rasio berada di bawah kuasa Tuhan. Bedanya filsuf aliran rasionalisme
memisahkan rasio berada diwilayah yang berbeda dengan iman kristen, padahal
tidak seperti itu. Rasio berada di bawah Iman Kristen.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan yang dipaparkan penulis
di atas, dari beberapa tokoh rasionalis dan kajiannya serta paradigma iman
kristen maka kesimpulan tentang aliran rasionalisme menurut penulis :
1. Untuk
memperoleh pengetahuan yang benar, maka penggunaan pola berpikir secara rasio
mutlak diperlukan untuk mendapatkan pengetahuan/epistemologi yang sistematik,
ilmiah dan benar.
2. Idea
adalah pusat dari segala sesuatu karena idea itu adalah kebenaran tentang
pengetahuan.
3. Tokoh-tokoh
dalam aliran Rasionalisme memakai rasio sebagai fondasi yang sangat penting
bagi ilmu pengetahuan, karena dengan memakai rasio maka seluruh epistemologi
dapat menjelaskan suatu realitas (ontologi/keberadaan) secara pasti dengan
menggunakan metode-metode pasti sesuai hukum-hukum penalaran sistematis (logika
; metode deduktif).
4. Iman
Kristen berada di atas rasionalisme karena penggunaan akal budi/rasio/nalar
merupakan anugerah umum yang diberi Tuhan Allah kepada manusia sebagai ciptaan
yang dicipta untuk mengerti kebenaran.
B. Saran
Bagi dunia pendidikan
secara khusus pendidikan kristen, filsafat ilmu dalam konteks pendidikan yang
dewasa dan faktual ini, diharapkan para pendidik Kristen lebih mempelajari
lebih mendalam tentang filsafat ilmu tentang kajian aliran rasionalisme
sangatlah penting agar kita dapat menemukan suatu kerangka berpikir ilmiah
dengan menggunakan pemikiran yang sistematis.
Lebih
menekankan lagi bentuk kajian-kajian terhadap literatur filsafat ilmu yang
dalam konteks kali ini sesuai dengan nilai-nilai Alkitabiah..
DAFTAR PUSTAKA
Asmoro,
Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta : Gramedia, 1996
Brown, Colin, Filsafat dan Iman Kristen,
Surabaya : Momentum, 2011
F.
Copleston, A History of Philosophy, Volume 4, 1963
Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, Yogyakarta : Kanisius, 1993
_______________, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Yogyakarta : Kanisius, 1980
Lawhead
W.F., The Voyage of Discovery : A Historical
Introduction to Philosophy, Belmont
CA: Wadsworth/Thomson Learning, 2002
Lubis, Akhyar
Yusuf, Filsafat Ilmu : Klasik hingga
Kontemporer, Jakarta : Rajawali Press, 2016
Solehah
Yaacob, Rene Descartes (1596-1650) dan
Metode Cogito, Jurnal UIN Usuluddin, 2009
Suseno, Frans Magniz Filsafat sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta
: Kanisius, 1992
Susilowati, Etik, Spinoza ; Tokoh Filsafat Abad Modern, PDF Documents, 2012
Tung, Khoe Yao, Filsafat
Pendidikan Kristen, Yogyakarta : ANDI, 2013
Woodhouse, Mark
B., Berfilsafat : Sebuah Langkah Awal,
Yogyakarta : Kanisius, 2000
[1]
Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat,
yang mengutip Irmayanti Meliono, dkk. 2007. MPKT Modul 1. Jakarta: Lembaga
Penerbitan FEUI. hal. 1
[2]
Ibid, diakses tanggal 19 November 2016
[3]
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat
Barat 1, (Yogyakarta : Kanisius, 1993) h. 7
[4]
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu :Klasik
hingga Kontemporer, (Jakarta : Rajawali Pers, 2016) h. 2
[5]
Sinonim dengan pengertian “kelahiran semula” yang adalah suatu istilah yang
sering digunakan untuk menamakan gelombang-gelombang kebudayaan dan pemikiran
di Eropa yang bermula di Itali pada abad ke 14 dan kemudian merembak ke
Spanyol, Jerman, Belanda, Inggris dan Negara-negara Eropa lainnya.
[6]
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum,
(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997) h. 109
[7]
Banyak ahli sejarah menyepakati bahwa sekitar tahun 1500 adalah tahun kelahiran
zaman Modern di Eropa. Dalam sudut pandang sejarah filsafat, Modern bukan
merujuk pada periode semata, melainkan juga terkait erat pada minat
refleksinya. Jika filsafat Abad Pertengahan ramai mempersoalkan kenyataan
adi-kodrati, entah yang disebut Allah, roh, dst., maka filsafat Modern lewat
para pemikirnya ramai mempersoalkan cara untuk menemukan dasar pengetahuan yang
sahih untuk semua. Dengan peralihan minat refleksi ini, lambat laun minat
refleksi akan Allah bergeser ke refleksi atas manusia dengan segala kemampuan
kodratinya. Kemampuan-kemampuan manusia sebagai subjektivitas seperti: rasio,
persepsi, afeksi dan kehendaknya menjadi tema-tema refleksi baru di periode
filsafat Modern. Untuk lebih lengkap dan jelasnya, dan juga terkait dengan
bagaimana dan apa saja (gerakan-gerakan) yang mendahului lahirnya filsafat
Modern .
F. Copleston, A History of Philosophy, Volume 4, 1963,
h.14
[8]
Rasio. Inggris: reason; Latin: ratio yang berarti berhubungan dengan pikiran.
Dalam bahasa Yunani terdapat tiga istilah yang secara garis besar sama artinya:
phronesis, nous, logos, Lorens Bagus, Kamus Filsafat, 2002) h. 925
[9]
Lorens Bagus, Ibid, h. 929
[10]
A priori berasal dari bahasa Latin; a = “dari” dan “prior” = “mendahului”. Secara terminologis berarti sesuatu yang
dilepas dari pengalaman Indrawi. Istilah kontra dari a priori adalah a
posteriori yakni sesuatu yang diketahui berdasarkan pengalaman. Ibid,
h. 69
[11]
Lorens Bagus, Kamus Filsafat,
(Jakarta : Gramedia, 1996) h,30
[12]
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu :
Klasik hingga Kontemporer, (Jakarta : Rajawali Press, 2016) h.87
[13]
Colin Brown, Filsafat dan Iman Kristen 1, Surabaya : Momentum, 2011, h. 64
[14]
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu :
Klasik hingga Kontemporer, h. 88
[15]
Khoe Yao Tung, Filsafat Pendidikan
Kristen, h. 45
[16]
http://id.wikipedia.org//wiki/Plato
[17]
James Garvey, 20 Karya Filsafat Terbesar,
(Yogyakarta : Kanisius, 2010) h. 11
[18]
Ibid, h. 12
[19]
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu :
Klasik hingga Kontemporer, h. 89
[20]
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat
Barat 1, (Yogyakarta : Kanisius, 1993) h. 40
[21]
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu :
Klasik hingga Kontemporer, h. 92
[22]
Lawhead W.F., The Voyage of Discovery : A
Historical Introduction to Philosophy, (Belmont CA: Wadsworth/Thomson Learning, 2002) h. 29
[23]
Solehah Yaacob, Rene Descartes
(1596-1650) dan Metode Cogito, (Jurnal UIN Usuluddin, 2009) h. 127
[24]
Mark B. Woodhouse, Berfilsafat : Sebuah
Langkah Awal, (Yogyakarta : Kanisius, 2000) h. 189
[25]
Ibid, h. 204
[26]
Frans Magniz Suseno, Filsafat sebagai
Ilmu Kritis, (Yogyakarta : Kanisius, 1992) h. 70
[27]
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, akal dan hati sejak Thales sampai Capra, h. 129
[28]
Colin Brown, Filsafat dan Iman Kristen 1, h. 68
[29]
Etik Susilowati, Spinoza ; Tokoh Filsafat
Abad Modern, (PDF Documents, 2012) h. 1
[30]
Metode ini dumulai dengan kebenaran-kebenaran yang jelas/pasti kemudian
menyimpulkan secara absolut teorema-teorema tertentu dari kebenaran-kebenaran
tersebut).
[31]
Mark B. Woodhouse, Berfilsafat : Sebuah
Langkah Awal, h.204
[32]
Colin Brown, h.72
[33]
Ibid, h. 73
Baccarat | Casino to Play, Bitcoin and Table Games
BalasHapusBaccarat is an exciting game where you can play your 카지노 favorite table games at an online casino 바카라 사이트 without the need to download the software, or sign deccasino up or download a registration